Kumpulan Kisah - Kisah Teladan Dan Hikmah Dan Sejarah Islam
Tempat Dan Tanggal Lahir
As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih, lahir di Tarim
Al-Ghonna pada tahun 705 H. Dan beliau wafat pada hari Senin, tahun 765 H.
Semasa hidupnya beliau belajar kepada ayahandanya yaitu Al-Imam As- Syĕkh Ali
Maula Ad-Dark bin Alwi Al-Ghuyur. Selain itu beliau juga belajar kepada
Sayyidina Al-Wali Al-Imam Abdullah Ba`alawi bin Sayyidina Al-Imam Alwi
Al-Ghuyur, yang juga merupakan paman beliau.
Sayyidina Abdullah bin Alwi An-Nasik, meriwayatkan perkataan
dari Sayyidina Al-Imam As-Syĕkh Abu Bakar As-Sakran. Beliau berkata; “Sepupuku
As-Syĕkh Abu Bakar As-Sakran bin As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, bercerita
kepadaku bahwa As-Syĕkh Ali Maula Ad-Dark bin Alwi Al-Ghuyur (Ayahanda As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih) bermunajah kepada Allah SWT di bawah ka`bah ketika
sedang berada di Makkah.
Beliau berdo’a agar sekiranya Allah SWT berkenan memberinya
anak yang sholeh. Setelah beliau selesai berdo’a, beliau mendengar suara yang
berkata kepadanya; “Do`amu telah dikabulkan. Pulanglah engkau ke negerimu.”
Kemudian As-Syĕkh Ali pulang ke negerinya, Tarim. Setelah
sekian lama menunggu dan belum juga dikaruniai Allah SWT anak, beliau
bermunajah lagi kepada Allah SWT pada sebuah masjid di Tarim dan memohon agar
Allah SWT mengaruniai beliau seorang anak yang sholeh.
Sewaktu beliau sedang tenggelam dalam munajahnya yang
khusyuk, dengan seizin Allah SWT tubuhnya bermi`raj ke langit dan beliau
mendapat isyarah akan mendapatkan anak yang sholeh.
Dalam keadaan yang sedemikian itu As-Syĕkh Ali berkata;
“Berikanlah padaku satu tanda.” Lalu beliau pun diberikan dua lembar kertas
dari sisi Allah SWT dan ada suara yang mengatakan kepada beliau agar kertas
tersebut diletakkan di atas mata istri beliau yang kala itu kedua matanya buta.
Setelah beliau tersadar dari ghaibahnya, di tangan beliau
benar-benar tergenggam kertas yang dimaksud tadi. Lantas beliau segera pulang
dan meletakkan kertas tersebut di atas mata istrinya. Kemudian dengan seizin
Allah SWT kedua mata istri beliau bisa melihat kembali dan tak lama berselang
istri beliau pun hamil serta melahirkan seorang putra, yaitu As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih.”
Ibunda Dan Saudara Beliau
Ibunda Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts As-Syĕkh Muhammad
bin Ali Maula Ad-Dawilaih Ra, adalah seorang perempuan dari salah satu kabilah
arab yang berasal dari kota Inat yang bernama Fatimah binti Sa`ad Balayts.
Sayyidina Muhammad Maula Ad-Dawilaih, mempunyai saudara yang
kesemuanya itu perempuan dan berjumlah 6 orang, mereka adalah :
1. Syarifah Alwiyah. Istri dari Abu Bakar Al-Wara` bin Ahmad
bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam.
2. Syarifah Bahiyah. Istri dari Muhammad Asadullah bin Hasan
At-Turobi bin Ali bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam.
3. Syarifah Aisyah.
4. Syarifah Khadijah. Istri dari Abdullah bin Ahmad bin
Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih.
5. Syarifah Aisyah. Ibu dari Muhammad Jamalullail Muqaddam
Turbah Qosam.
6. Syarifah Zainab. Ibu dari Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin
Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih.
Istri Dan Anak - Anak Beliau
Beliau memiliki dua orang istri. Mereka bernama :
I. Al-Hababah Aisyah binti Abu Bakar Al-Wara` bin Sayyidina
Ahmad bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam.
Dari Hababah Aisyah, Sayyidina Muhammad Maula Ad-Dawilaih
mempunyai 4 orang anak, yaitu:
1) As-Syĕkh Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Abdurrahman As-segaff
2) As-Sayyid As-Sholeh Ad-Dza ik Ali
3) As-Sayyid Al-Arif Billah Ta`ala Abdullah
4) Al-Hababah Alwiyyah. Istri dari Ahmad bin Asadullah.
II. Hababah Zainab binti Hasan At-Turobi bin Ali bin
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam.
Dari isteri beliau ini As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
mendapatkan seorang anak yang bernama, Sayyidina Al-Imam Alwi An-Nasik.
Sayyidina Muhammad Maula Ad-Dawilaih termasyhur dengan gelar
“Maula Ad-Dawilaih” dan “Shohib Yabhur”. Asal mula nama ini adalah, pada satu
ketika beliau memilih satu daerah yang bernama Yabhur yang berada di dekat
makam Nabi Allah Hud As, kemudian beliau mendirikan rumah dan tinggal di sana.
Tak lama kemudian tempat itu menjadi ramai dengan jama’ah
beliau yang ikut bermukim di sana. Setelah itu, terbentuklah satu daerah lagi
di dekatnya yang didirikan oleh anak beliau As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff yang
dinamai dengan Yabhur juga.
Hingga daerah yang pertama tadi dinamakan dengan Yabhur
Ad-Dawilaih. Ad-Dawilaih sendiri dalam bahasa arab Hadhramaut berarti sama
dengan Al-‘Atiqah atau yang berarti merdeka.
Sebagian Hâl (Keadaan Tertentu Bagi Wali Allah) Beliau
As-Syĕkh Alwi An-Nasik bin Muhammad Maula Ad-Dawilaih
meriwayatkan bahwa ayahanda beliau, Sayyidina Muhammad Maula Ad-Dawilaih pernah
berkata :
“Kami berzikir pada awalnya dengan lidah, lalu dengan hati,
kemudian hilanglah huruf. Setelah itu fana`lah hati. Maka zikir menjadi kekal
di dalam hati, hingga kemudian menjadi cahaya dan cahaya itu bersambung kepada
hadirat Allah SWT.”
Berkaitan dengan hal ini, sebagian para pemuka sadah
Ba’alawi pada saat itu berpendapat : “Futuh dari keturunan Al-Imam As-Syĕkh
Abdullah Ba`alawi itu dalam membaca Al-qur`an. Sedangkan futuh dari keturunan
Sayyidina As-Syĕkh Ali bin Alwi Al-Ghuyur, dari membaca zikrullah.”
As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih dikenal sebagai
seorang Wali Shohibul Ahwal, dikarenakan itulah banyak kejadian yang luar biasa
seputar hâl beliau ini.
Secara sederhana, hâl bisa diartikan dalam bahasa modern
adalah sebagai reaksi kimia dari resonansi hati yang merupakan efek langsung
dari aktifitas yang sangat tinggi (إستيلاء)
dari setiap faktor ataupun unsur batin secara menyeluruh (dari ibadat) yang
telah sempurna, secara intens dalam waktu yang bersamaan. Disebabkan setiap
faktor tadi telah mencapai intensitas maksimum yang lalu terjalin menjadi satu
dalam (sifat) hâl yang sedang dialami kemudian berproses lebih lanjut
menimbulkan reaksi metafisika yang tervisual menjadi sesuatu yang terlihat luar
biasa, sebagai tanda “benarnya” ((صدق
aktifitas hâl itu sendiri. Nilai “benar” disini menjadi penting sekali bila
dikaitkan dengan benar tidaknya “penempatan” (منزلة) di dalam kosmos hati, sebagai perbedaan;
yang mana timbul dari sifat Manusiawi ataukah Rabbany (berasal dari Allah).
Karena hâl timbul semata berasal dari Allah SWT bukan karena sebab lain seperti
sifat Manusiawi secara psikologis.
Merupakan kesepakatan di kalangan para Wali bahwa asas hâl
adalah Mahabbah (cinta kepada Allah dan Rasul Allah) maka bila benar Mahabbah
nya, benar pula hâl nya, ketiadaan Mahabbah tadi menafikan hâl.
Sebagai contoh yang paling mudah dari hâl awam, adalah orang
yang telah sungguh-sungguh bertaubat dari dosa besar, mustahil tidak merasa
sedih, takut ataupun malu bilamana teringat dengan perbuatannya, baik itu di
kala ia menghadapkan dirinya kepada Tuhannya ketika sholat ataupun bermunajah,
mestilah ia menangis, dikarenakan takut (خوف) dan pengharapan (رجاء)
akan rahmat Allah (takut dan pengharapan di sini adalah hâl), menangis hanyalah
bentuk visual, dalam contoh hâl ini “penyesalan yang mendalam” (الندامة) adalah pemicunya.
Seperti inilah contoh cikal bakal apa yang disebut dengan
hâl, logisnya bilamana hâl ini terjadi pada diri seorang Wali tentulah kadar
hâl nya pun akan jauh lebih tinggi sekali dan visualnya pun tentulah sangat
luar biasa. Berbeda dengan Maqôm, hâl tidak bersifat permanen, hanya bersifat
sementara, selama aktifitas dari hati berlangsung.
Demikianlah sedikit uraian mengenai hâl, selanjutnya kami
akan menguraikan beberapa hâl yang sering dialami oleh Sayyidina As-Syĕkh
Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih Ra, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut :
Jari-jari yang terbakar
Ada satu kisah yang diceritakan dari Al-Faqih As-Sholeh
Muhammad bin Abdullah. Beliau bercerita:
“Kami sering melihat di jari dan di anggota tubuh yang lain
pada diri As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih ada bekas hitam seperti
bekas terbakar, tanda seperti ini selalu kami dapati hingga beliau wafat, dan
tanda ini sering muncul apabila beliau dalam keadaan hâl Khouf.”
Demikianlah dahsyatnya bila beliau sedang dalam keadaan hâl.
As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff juga meriwayatkan sebagian
hâl ayahanda beliau ini, beliau mengisahkan : “Bilamana ayahandaku sedang
membaca satu ayat Al-Khauf, maka lidah beliau seolah-olah menjadi bara. Dan tak
lama kemudian akan terlihat bibir beliau terbakar, karena dahsyatnya rasa Khauf
beliau kepada Allah SWT.
Dan ayahandaku pernah berkata kepadaku, “Kalau sekiranya
lidahku berada di luar badanku ketika aku sedang membaca ayat Al-`Qur`an,
niscaya akan aku bakar lidahku dengan tanganku sendiri sebagai peringatan bagi
diriku agar bertaqwa kepada Allah SWT.”
Dan bilamana beliau sedang membaca Al-Qur`an, kemudian
Al-Qur`an tersebut kami (Anak-anak As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih) ambil,
beliau pun tidak akan sadar, karena kekhusukan beliau yang tinggi dalam membaca
Al-Qur`an.”
Darah yang membeku
Dalam kisah yang lain As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff Ra
bercerita : “Sekali waktu ayahandaku mendapatkan hâl, dan hâl ini berlangsung
lama sampai 7 hari berturut-turut sehingga membuat beliau kepayahan. Di tubuh
beliau kala itu aku dapati adanya darah hitam, atau bekas lebam kehitam-hitaman.
Kalau sekiranya badan ayahandaku tidak kuat, maka hâl yang beliau alami
tersebut hampir-hampir membunuh ayahku.”
Selanjutnya As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff juga bercerita,
“Ketika diriku sedang berada di sisi ayahandaku menjelang wafatnya beliau, aku
mendengar suatu suara yang berasal dari dada beliau. Maka terlintas dalam
hatiku keraguan, apakah ini memang kematian seorang sufi.
Maka tiba-tiba kedua mata ayahandaku terbuka dan beliau
mengkasyaf akan isi hatiku. Beliau berkata, “Sesungguhnya aku melihat buruk
sangka di dalam hatimu. Ketahuilah olehmu bahwa suara yang engkau dengar itu
berasal dari suara berzikirnya hatiku mengingat Allah SWT.”
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih yang sedang Ghairoh
(Cemburu).
Ada satu kisah dari As-Syĕkh Abdurrahman As-Segaff, beliau
bercerita sekali waktu datanglah rombongan para solihin yang ingin berziarah ke
makam Nabi Allah Hud As. Tatkala mereka sampai di kota Yabhur, mereka sholat
Maghrib bersama ayahku. Setelah sholat Maghrib mereka pun meneruskan ibadah
mereka dengan berbagai amal sunnah lainnya, yang justru tidak ku mengerti
adalah ayahku, beliau malah pergi ke belakang masjid dan bercakap-cakap dengan
pembantu beliau.
Maka aku berkata di dalam hatiku, “Mereka para sholihin
berdiri untuk melakukan sholat dan ibadah kepada Allah SWT, sedangkan ayahku
bersama para pembantu mengurusi urusan duniawi.”
Pada waktu itu aku masih kecil, aku lalu menemui ayahku dan
bertanya kepadanya: “Mengapa ayah tidak bersama mereka beribadah kepada Allah?”
Lalu ayahku mengangkat diriku dengan cara menarik kedua
kupingku hingga kepalaku hampir menyentuh atap masjid. Dan beliau berkata:
“Wahai keledai, sesungguhnya aku dalam hal ghuyur (cemburu), dan aku tidak
menginginkan bilamana aku beribadah kepada Allah ada orang lain.”
Isyarat Qouliyah (perkataan) dan Manamiyah (mimpi) yang
menunjukkan kemuliaan As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
Para Aulia di zaman As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
banyak mengisyaratkan kemuliaan beliau, baik itu dari isyarah perkataan
(Qouliyah) ataupun mimpi (Ru’yah). Beberapa di antaranya akan kami uraikan
disini.
Qouliyah (perkataan):
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, pada masa mudanya
belajar membaca Al-Qur`an hingga hafal hampir setengahnya. Kemudian hafalan
beliau ini, tidak beliau teruskan. Akan tetapi bilamana beliau mendengar ada
orang yang sedang membaca Al-Qur`an pada bagian yang mana beliau tidak
hafalkan, beliau pun bisa meneruskannya. Beliau hafal dengan seizin Allah SWT,
seolah Al-Qur`an sudah berada lama pada diri beliau.
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih adalah seorang Wali
Allah yang mempunyai ketinggian ilmu di dalam penafsiran Al-Qur`an. Dalam salah
satu kisah perjalanan beliau, As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih terkadang
suka sekali bermukim lama di pedalaman Hadhramaut.
Sekali waktu, beliau bertemu dengan rombongan Sadah Ba`alawi
di Masjid Ahmad. Rombongan Sadah ini tidak mengenali beliau dan mereka
menyangka As-Syĕkh Muhammad adalah seorang Badui belaka. Kemudian beliau
memanggil mereka dan menafsirkan ayat Al-Qur`an dengan fasihnya di depan
mereka, sehingga membuat mereka malu dan terdiam.
As-Syĕkh Ali bin Abdurrahman bin Abu Syekh menuturkan, “Aku
pernah hadir di majlis As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih di Masjid Qasam.
Beliau menafsirkan surat Yasin dari awal hingga akhir dengan penafsiran yang
sangat mengagumkan.”
As-Syĕkh Abdurrahman Assegaf Ra mengkiaskan derajat ayahanda
beliau, “Pertama kali diletakkan kaki ayahandaku di dalam jalan kesucian. Maka
diletakkan oleh Allah SWT kepala beliau itu di langit yang ke tujuh, dan kedua
kaki beliau di bumi yang ke tujuh. Yaitu di langit yang ke tujuh dari langit
‘Ulwi, dan ke tujuh daripada langit Sufli.”
As-Syĕkh Abdurrahman Al-Khotib meriwayatkan perkataan ini
sering diulang-ulang oleh As-Syĕkh Abdurrahman Assegaf. Dan sekali waktu
As-Syĕkh Abdurrahman juga berkata: “Diletakkan oleh Allah kepala beliau di
`Arsy sedangkan kedua kaki beliau berada di lapisan bumi yang ke tujuh.”
Manamiyah (mimpi):
Selain isyarat qoul yang menerangkan derajat maqom As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih, diriwayatkan juga isyarat Ru’yah yang berasal dari
salah seorang wali, yang bercerita sebagi berikut:
“Aku bermimpi Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sedang tidur
di Masjid Ba’alawi dan kala itu seluruh Sadah Ba’alawi mengelilingi beliau,
tiba-tiba turunlah Sayyidina Jibril As dari langit yang serta merta mendekati
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, kemudian ia membelah dadanya dan
mengeluarkan hati beliau lalu diserahkannya kepada Sadah Ba’alawi, tapi tidak
ada seorangpun yang bisa mengambilnya kecuali As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih Ra. Pada saat itu datanglah kerabat beliau yaitu As-Syĕkh Ali bin
Syĕkh Alwi bin Sayyidina Ahmad bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, beliau
berkata kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, “Apakah engkau tidak malu
mengambil sir Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam dan engkau peruntukkan untuk
dirimu sendiri dan tidak memberikan sedikitpun kepada orang lain.”Lalu As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih memberikan sisanya kepada As-Syĕkh Ali tersebut .
As-Syĕkh Al-Kabir Al-Arif Billah Asy-Syahir Muhammad bin
Hasan Al-Mu`allim Ra berkata : “Sesungguhnya aku melihat As-Syĕkh Muhammad bin
Ali Maula Ad-Dawilaih diberhentikan di hadirat Allah SWT sesudah wafatnya.
Dan ia ditanya dengan perkataan seperti ini sebanyak 3 kali
berturut-turut, yaitu: “Wahai manusia, kenapa engkau lalai dari Tuhanmu yang
Maha Mulia?” As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih tidak menjawab pertanyaan ini.
Sampai akhirnya satu malaikat turun di sisinya. Pada waktu itu Allah SWT
berkata kepada malaikat tersebut; ”Pergilah kalian dengan As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-DawiIaih kemanapun ia hendak pergi. Karena aku mencintainya.”
Kemudian As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih pergi bersama
para malaikat dan beliau berkata kepada para malaikat “Pergilah bawa diriku
menuju neraka.” Maka para malaikat pun membawa dirinya ke neraka. Tatkala
beliau telah sampai di neraka, beliau melemparkan diri beliau sendiri ke dalam
api neraka.
Kemudian di dalam neraka tersebut beliau berjalan pergi
kesana-kemari dan beliau mengeluarkan dari neraka tersebut siapapun yang beliau
lihat dari penduduk Tarim. Sehingga hampir-hampir beliau mengeluarkan seluruh
panduduk Tarim yang ada di neraka kecuali 1 atau 3 orang, karena beberapa orang
ini setiap kali beliau hendak mengeluarkan mereka, mereka ini ternyata kembali
lagi kepada neraka.”
Kisah ini menunjukkan bahwa beliau nanti kelak diizinkan
Allah SWT untuk memberikan Syafaat kepada kaum Muslimin di Akherat, sebagaimana
umat pilihan dari baginda Rasul Allah SAW, hal seperti ini telah banyak
disebutkan dalam beberapa hadist yang shohih, salah satunya adalah kelak di
hari kiamat nanti, ketika menyeberang di atas Shiratul Mustaqim, seorang ulama
akan diperkenankan Allah SWT memberikan syafaat kepada umat sebanyak bintang di
langit.
Tiga perkara yang dikenal As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih
Berkata As-Syĕkh Abdurrahman Assegaf : “Sekali waktu
ayahandaku berkata, ‘Aku sangat mengenali 3 perkara terhadap diriku;
1. Aku tidak benci dengan kematian. Karena barang siapa yang
takut mati, maka sungguh ia tidak menyukai untuk bertemu dengan Allah SWT. Dan
sungguh aku rindu untuk segera bertemu dengan-Nya. Adakah seseorang yang tidak
ingin berjumpa dengan kekasihnya?
2. Aku tidak takut jatuh miskin bersama Allah, karena
sungguh aku mengetahui apa-apa yang di sisi Allah SWT adalah lebih dekat dan
dari apa yang ada di dekatku.
3. Aku tidak segan dan tidak membenci untuk menjamu siapa
pun yang ingin bertamu kepadaku, walaupun para tamu memenuhi rumahku sampai
menghabiskan persediaan makanan di rumahku, maka akan aku usahakan apa pun
untuk bisa menjamu para tamu yang bertandang ke rumahku.”
Karomah Beliau
1. Kain yang
diduduki Rasul Allah SAW
Diceritakan oleh As-Syĕkh Muhammad bin Abu Afla: “Sekali
waktu ayahku pergi ke Hadhramaut, untuk menemui As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih. Setelah bertemu dengannya, ayahku mendapati beliau sedang memeluk
satu kain dan secara tiba-tiba beliau ingin menyelimuti ayahku dengan kain
tersebut, tapi ayahku menolak.
Lalu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata: “Engkau
tidak mau kuselimuti dengan kain ini? Padahal Baginda Rasulullah SAW duduk di
atasnya tadi malam,” mendengar penuturan As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
ayahku pun langsung minta diselimuti dengan kain tersebut.”
2. Barang yang Halal
As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih Ra seringkali
membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga. Sekali waktu ada seorang lelaki
yang memberitahukan beliau bahwa barang-barang yang beliau beli sebenarnya
adalah barang–barang yang didapatkan si penjualnya dengan cara haram. As-Syĕkh
Muhammad kemudian berkata,
“Tidaklah aku membeli sesuatu kecuali barang itu berkata kepadaku,’belilah
aku,sesungguhnya aku untukmu halal’.”
3. Orang yang dihukum karena berburuk sangka
Diceritakan oleh Salma bin Isa Abu Katsir,
“Aku bertamu ke rumah As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
bersama temanku, salah seorang dari kabilah Al-Bawazir.
Kami tiba pada waktu maghrib, lalu kami pun sholat Maghrib
berjama`ah. Setelah beliau sholat berjama`ah bersama kami, beliau sholat sunnah
2 rakaat, kemudian setelah itu beliau tidur. Sehingga temanku lalu melakukan
sholat sunnah sebanyak mungkin, ketika sedang sujud tiba-tiba ia tidak bisa
mengangkat kepala dari sujudnya.
Setelah beberapa lama barulah aku menyadari kejanggalan
dirinya yang tidak bisa mengangkat kepalanya sendiri. Aku pun lalu
memberitahukan hal yang menimpa temanku tersebut kepada As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih.
Kemudian beliau berkata kepadaku: “Temanmu ini sebenarnya
berburuk sangka kepadaku dalam sholatnya, angkatlah kepalanya olehmu.” Aku pun
lalu mengangkat kepalanya. Setelah itu kutanyakan kepadanya, Apakah benar kamu
berburuk sangka kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih di dalam sholatmu?
Ia pun menjawab, dan membenarkan ucapan As-Syĕkh Muhammad
tadi.
Ternyata ketika di dalam sholatnya temanku itu berburuk
sangka kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, ia bergumam dalam hatinya;
‘Bagaimanakah orang ini, ia mengatakan dirinya seorang Syekh, sedangkan ia
sendiri setelah sholat sunnah langsung tidur, dan tidak membanyakkan amal
sunnah yang lain.’ Temanku lalu mengaku salah dan meminta maaf kepada As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih.”
4. Laki-laki yang berubah menjadi perempuan.
Diriwayatkan bahwa As-Syĕkh Muhammad bin Abu Hamid menemani
As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih dalam salah satu perjalanan.
Pada suatu malam mereka menginap di suatu tempat dan
datanglah serombongan perempuan ke tempat tersebut menghampiri As-Syĕkh
Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih untuk ziarah dan minta keberkahan kepada
Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
Sebenarnya rombongan perempuan ini mempunyai hubungan
keluarga kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih dari pihak ibunda beliau.
Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih kemudian mengajari beberapa hal wajib kepada
mereka.
Hal ini dilihat oleh As-Syĕkh Abu Hamid, dan As-Syĕkh Abu
Hamid ini bergumam di dalam hati, “Bagaimanakah Syĕkh Muhammad ini melayani
perempuan-perempuan tanpa dengan hijab.” Kemudian As-Syĕkh Abu Hamid ini pun
tertidur.
Ketika bangun, dan hendak wudhu, maka kagetlah dirinya
karena farji beliau hilang pada saat itu dan berubah seperti layaknya
perempuan. Maka ia pun mendatangi As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih dan
meminta maaf kepada beliau.
Berkatalah As-Syĕkh Muhammad bin Ali Maula Ad-Dawilaih,
“Sesungguhnya kami tidaklah berbicara kepada perempuan kecuali kami ini seperti
engkau pada saat ini.”
Sesudah itu anggota badan As-Syĕkh Abu Hamid tersebut
kembali seperti sediakala. Yang dimaksud As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
dalam perkataan beliau, ‘Kami tidak akan berbicara kepada perempuan kecuali
kami seperti dirimu’, dimaksudkan bahwa tidaklah kami berbicara dengan
perempuan kecuali hilang syahwat daripada kami. Maka tidaklah akan bergerak
segala nafsu basyariah kami kepada perempuan.
5. Orang yang mengingkari As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih
.
Berkata Abdullah Abu Kirman:
“Ketika aku berjalan bersama As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih ke kota Inat . Aku melihat suatu kejadian dari As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih yang aku ingkari di dalam hatiku.
Setelah itu aku tidur, di dalam tidurku aku bermimpi ada
seseorang yang di tangannya memegang sepotong kayu dengan api yang
menyala-nyala.
Kemudian laki-laki itu menusukkan kayu tersebut ke dalam
mulutku. Ketika aku bangun di waktu pagi, tiba-tiba As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih telah berdiri di sisi kepalaku dan memberitahukan dengan kasyafnya,
apa yang aku ingkari kepada diri beliau di dalam hatiku. Semenjak itu aku tidak
pernah lagi berburuk sangka kepada beliau.”
6. As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih melakukan Riyadhoh.
Diceritakan bahwa As-Syĕkh Muhammad Maula Ad- Dawilayh Ra
sekali waktu sedang berada di makam Nabi Allah Hud As. Dan di sana ada
rombongan kaum sufi ahli Riyadhoh yang sedang berpuasa, sedangkan As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih tidak berpuasa. Mereka pun lalu mendatangi As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih sambil berkata, “Wahai Syĕkh, ada bagusnya kiranya
engkau bersedia untuk melakukan riyadhoh seperti kami. Dan kami pun tidak makan
sesuatu.”
Mereka ini sebenarnya ingin menguji Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih. Lalu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata kepada mereka,
“Sesungguhnya kami tidak melakukan hal ini.”
Lalu rombongan tersebut kembali membujuk As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih, sehingga akhirnya beliau melakukan puasa, ber-riyadhoh
bersama mereka selama beberapa hari.
Pada waktu melakukan riyadhoh ini, rombongan tadi ditimpakan
oleh Allah SWT suatu kelemahan pada tubuh mereka, sehingga mereka tidak sanggup
lagi untuk meneruskan riyadhohnya.
Kemudian mereka pun membatalkan riyadhoh mereka sendiri,
hingga tinggallah As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih sendirian dalam keadaan
tetap ber-riyadhoh tanpa makan sesuatu apapun juga, sampai akhirnya selesai
dari jumlah hari yang telah mereka tentukan.
Pada akhirnya As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berhasil
melampaui ketabahan rombongan sufi tadi dalam melakukan riyadhoh, dengan
keadaan fisik yang tetap bugar walaupun sudah beberapa hari tidak makan, hal
ini membuat malu para sufi tadi sehingga mereka meminta maaf kepada beliau.
7. Pasukan kecil yang menang dalam peperangan
Adalah kisah yang sangat masyhur antara As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih dan Sulthan Hadhramaut, Ahmad bin Yamani. Sulthan Hadhramaut
ini telah terlibat perselisihan dengan Sulthan Yaman, sedemikan seriusnya
perselisihan tersebut sehingga membuat Sulthan Yaman mengirimkan pasukannya
yang dipimpin langsung oleh amirnya yang bernama Al-Barjamy.
Pada saat itu Ahmad bin Yamani sedang berada di kota Syihr
dan secara kebetulan As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berada di kota yang
sama.
Pasukan Al-Barjamy tiba di kota Syihr pada hari Jum’at,
Ahmad bin Yamani kemudian datang kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih,
dan meminta tolong kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, ia berkata,
“Wahai Syĕkh sekiranya anda bisa berbicara dengan Al-Barjamy mintakanlah
kepadanya agar memberikan waktu kepada kami untuk sholat Jum`at.
Setelah itu kami akan keluar dari kota Syihr ini dan
meninggalkannya tanpa berperang. Karena kami hanya ingin melaksanakan sholat
Jum`at dulu saja.”
Lalu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih keluar menghampiri
amir tersebut dan membicarakan hal yang dibicarakan oleh Ahmad bin Yamani.
Tetapi amir ini tetap tidak mau walaupun As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
telah membujuknya.
Ia berkata kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, bahwa
ia tetap harus mengeluarkan Ahmad bin Yamani pada saat itu juga walaupun hari
itu adalah hari Jum`at.
Kemudian As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih kembali kepada
Ahmad bin Yamani beserta rombongannya, dikarenakan amir Al-Barjamy telah
menganggap remeh ibadah sholat Jum’at, beliau pun marah dan merasa perlu untuk
menentang kehendak amir tersebut walaupun harus berperang.
Tetapi masalahnya jumlah pasukan Ahmad bin Yamani itu sangat
sedikit, walaupun begitu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata kepada
mereka, “Keluarlah kalian dan berperanglah, maka sesungguhnya kalian ini akan
ditolong oleh Allah SWT.” Padahal pasukan itu tidak mempunyai kekuatan sama
sekali untuk memenangkan pertempuran.
Maka keluarlah mereka dengan isyarah dari As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih, dan beliau pun turut serta bersama mereka. Di tengah
pertempuran, As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih mengambil beberapa batu dan
melemparkannya kepada rombongan Amir Al-Barjamy.
Maka dengan seizin Allah SWT, rombongan Al-Barjamy tersebut
terpontang-panting dan tercerai-berai lalu kalah dalam pertempuran, sehingga
menanglah rombongan Sulthan Hadhramaut, Ahmad bin Yamani berkat karamah
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
Diriwayatkan, hal yang serupa juga pernah terjadi ketika
sekali waktu beliau berada di daerah Al-Wasithoh, ketika itu penduduk
Al-Wasithoh melaporkan kepada beliau tentang rombongan pasukan kabilah Al-Ahmad
yang hendak menyerang penduduk kota Wasithoh.
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih lalu pergi menghampiri
kabilah Al Ahmad dan berkata kepada mereka: “Tinggalkan oleh kalian perang pada
hari ini.” Tetapi mereka ini tidak mau mendengar perkataan As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih.
Kemudian beliau pergi kepada penduduk Wasithoh dan
memerintahkan kepada mereka untuk berperang. Maka mereka pun berperang, padahal
peluang mereka untuk memenangkan peperangan sangatkah kecil lalu As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih memanggil mereka dan mendoakan mereka.
Ketika berperang, tercerai-berailah pasukan Al-Ahmad dan
menanglah penduduk Wasithoh dengan barakah doa As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih Ra.
8. Rumah yang hendak roboh
Ada satu kisah yang meriwayatkan bahwa pada suatu hari
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih datang ke sebuah rumah , kemudian beliau
memegang dinding rumah tersebut seraya berkata kepada penghuninya, “Keluarlah
kalian semuanya dari dalam rumah, karena rumah ini hendak roboh.”
Maka keluarlah seluruh penghuni rumah tersebut. Manakala
semuanya telah berada di luar, As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih melepaskan
tangannya dari dinding rumah tersebut dan berdiri agak jauh dan selang beberapa
saat rumah tersebut langsung roboh. Seluruh penghuni rumah tersebut selamat
tanpa ada satu pun yang tertimpa reruntuhan bangunan.
9. Perempuan yang tersesat di padang pasir
Diriwayatkan kisah ini terjadi sesudah wafatnya As-Syĕkh
Muhammad bin Ali Ra. Kisah ini terjadi di kota Yabhur. Sekali waktu ada seorang
perempuan musafir yang tersesat di kota Yabhur. Tatkala itu penduduk Yabhur
sedang berada di ladang mereka dan tidak ada seorang pun yang berada di rumah.
Perempuan tadi melihat sebuah rumah, ia pun menuju ke rumah
tersebut agar bisa menemui seseorang yang bisa menolong dirinya. Setelah dia
sampai di rumah tersebut, ternyata dia melihat As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih sedang melakukan sholat.
Maka perempuan ini, yang tidak mengetahui dan tidak mengenal
maupun pernah bertemu dengan As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, meminta
pertolongan kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih tanpa menyadari siapa
beliau sesungguhnya.
Beliau berkata kepada perempuan tersebut, “Pergilah engkau
ke satu padang rumput, maka engkau akan bertemu si fulan dan si fulan, dan kau
akan mendapat khabar petunjuk di bawah batang pohon kurma dari si fulan. Dan
bicaralah kepadanya agar ia memberimu makanan.”
Kemudian beliau menyebutkan nama-nama beberapa orang (yang
sebenarnya keturunan beliau) yang berada di kota Yabhur yang bisa dihubungi
oleh perempuan tadi, dan beliau mengatakan agar si perempuan ini nanti
mengatakan kepada penduduk Yabhur bahwa yang menyuruhnya adalah beliau.
Kemudian As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih membimbing
perempuan ini sampai perempuan ini melihat tempat yang dimaksud. Lalu beliau
pun menghilang.
Ketika perempuan tadi tiba di padang rumput tersebut, ia
bertemu dengan orang-orang yang tadi telah disebutkan namanya oleh As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih, dan ia juga menemui orang di bawah pohon kurma
sebagaimana yang beliau sebutkan kepadanya.
Selanjutnya ia pun memberitahukan kepada penduduk desa itu
apa yang telah diperintahkan oleh As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, maka
terkejutlah penduduk kota Yabhur mendengarkan penuturan perempuan tadi lalu
mereka bertanya kepada perempuan ini, “Bagaimanakah ciri-ciri orang yang engkau
temui tersebut?”
Lalu perempuan ini memberitahukan ciri-ciri As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih yang telah ditemuinya, penduduk Yabhur pun
memberitahukan kepadanya bahwa sesungguhnya itu adalah As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih, dan sebenarnya beliau telah wafat.
10. Kurma yang sering dimakan gagak dan air sumur asin yang
berubah tawar.
Dikisahkan bahwa sahabat-sahabat As-Syĕkh Muhammad bin Ali
Maula Ad-Dawilaih, mempunyai kebun kurma di suatu tempat yang bernama
Al-Hujayyah. Di tempat ini buah-buah kurma sering dimakan oleh burung gagak.
Penduduk Hujayyah merasa kewalahan menjaga kurma mereka agar tidak dimakan oleh
burung gagak.
Maka penduduk daerah ini menemui As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih dan meminta pertolongan kepada beliau agar sekiranya dapat membuat
burung gagak tersebut tidak memakan kurma mereka lagi.
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih lalu mendoakan kebun
mereka agar tidak diganggu burung gagak lagi, setelah itu kurma di daerah
Hujayyah sampai sekarang tidak pernah dimakan oleh burung gagak.
Selain itu, air di daerah Hujayyah ini semuanya payau, dan
tidak ada satu sumur pun yang berair tawar. Jadi apabila mereka ingin mengambil
air minum mereka harus mengambil dari tempat yang sangat jauh. Hal ini membuat
susah para penduduk.
Kemudian penduduk di Hujayyah kembali mengadu kepada
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, lalu beliau memerintahkan agar mereka
membuat sumur. Sebenarnya mereka merasa sedikit bingung dengan perintah itu,
karena sumur di daerah mereka itu semuanya berair payau, namun mereka tetap
menjalankan saran dari As-Syĕkh Muhammad. Setelah sumur itu selesai dibuat,
para penduduk segera menghampiri sumur tersebut dan ternyata mereka mendapati
air sumur mereka menjadi tawar dan bermutu baik berkat keberkahan As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih. Setelah itu pun tidak didapati lagi air asin pada
sumur-sumur lain di daerah itu.
11. Tukang Riba yang bertaubat
Dikisahkan dari As-Syĕkh Al-Kabir Muhammad bin Hasan
Jamalullail, bersumber dari As-Syĕkh Al-Arif Billah Alwi An-Nasik bin Muhammad
Maula Ad-Dawilaih. Beliau bercerita : “Pada sekali waktu seorang lelaki dari
kabilah Al Saubah tinggal bersama ayahku di kota Yabhur.
Lelaki ini suka melakukan riba dalam masalah barter jual
beli makanan. Maka ayahku berkata kepadanya, “Engkau pilih sendiri, apakah
engkau ingin bertaubat dari riba, atau pindahlah engkau dari sisi kami?”
Kemudian lelaki tersebut berkata, “Beri waktu aku 2 hari.”
Lalu ayahandaku menjauhinya. Sekali waktu ayahku mempunyai satu hajat, beliau
berkata kepadaku, “Kita terpaksa mendatangi laki-laki yang telah kita keluarkan
kemarin. Dan semoga ia memberikan hajat kita.”
Lalu kami pun pergi ke rumah laki-laki dari qabilah Al
Saubah tersebut. Tatkala ia melihat kami dari jauh, ia pun lalu menyambut kami,
kemudian setelah ayahandaku mengatakan keperluannya si laki-laki tadi
memberikan keperluan kami, tanpa sedikitpun berlaku kasar kepada kami.
Dalam perjalanan pulang, ayahku berkata kepadaku; “Balasan
bagi seorang yang baik itu adalah mati dalam keadaan taubat.” Rupanya perlakuan
baik yang diterima ayahku dari laki-laki tersebut membekas dalam hati beliau
sehingga mendorongnya untuk mendoakan laki-laki dari kabilah Al Saubah
tersebut. Ayahandaku lalu membaca Al-Fatihah dan berdoa bagi diri laki-laki
tadi, aku juga turut mengamini doa ayahku tersebut.
Tak lama berselang, datanglah laki-laki tadi menghadap
ayahku, dengan maksud bertaubat. Setelah itu ia meninggal dalam keadaan
sebaik-baiknya taubat.
12. Lembu yang dicuri.
Berkata As-Syĕkh Abdullah bin As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih Ba`alawi, “Sekali waktu orang-orang kabilah Al-Muharram telah
merampas lembuku lalu mereka menjadikan lembuku untuk menarik kendaraan mereka.
Mereka ini tinggal tidak jauh dari kota Yabhur. Aku pun lalu
beristighotsah kepada ayahku. Hal ini terjadi sesudah wafatnya beliau Ra.
Kemudian aku pun bermimpi bertemu dengan ayahku, ia berkata kepadaku; “Engkau
menginginkan lembumu pulang atau engkau ingin kendaraan mereka hancur?”
Aku lalu berkata kepada ayahku; “Aku menginginkan kendaraan
mereka hancur.” Maka di waktu subuh pada malam itu juga, kendaraan mereka jatuh
satu persatu, tiang-tiang kendaraannya masing-masing rontok satu demi satu.”
Hal ini terjadi dengan Madad As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih Ra karena
perbuatan zholim yang telah dilakukan oleh kabilah Al-Muharram terhadap anak
beliau.
13. Baju Qamis yang basah.
Diriwayatkan dari As-Syĕkh Abdurrahman Al-Khotib murid
Al-Imam As-Syĕkh Abdurrahman Assegaf. Beliau berkata, “Salah seorang sufi dari
kabilah Al-Abi Sa`id bercerita kepadaku; “Sekali waktu As-Syĕkh Muhammad bin
Ali Maula Ad-Dawilaih berada di kota Syihr, ketika menemui beliau aku melihat
beliau sendirian dan berdiam diri dalam kamar di lantai atas rumah Abi Ma`yabit
sambil memegang sehelai baju gamis basah yang masih meneteskan air, seolah-olah
seperti baru dikeluarkan dari air.
Lalu aku bertanya kepada beliau, “Ya Sayyidii, siapakah yang
telah mencucikan baju gamismu ini?, sedangkan engkau sedang sendiri di rumah
ini.” Beliau menjawab: “Tidak ada seorangpun yang mencuci bajuku. Tapi
sesungguhnya bajuku ini, aku gunakan untuk memadamkan api dari salah satu kapal
yang sedang ditumpangi oleh teman-temanku, yang mana kapal tersebut sedang
berlayar di lautan Hindia. Ketika kapal tersebut hendak terbakar, maka kutepiskanlah
api tersebut dengan bajuku ini. Ketika api tersebut sudah padam, maka ku ambil
kembali bajuku ini. Jadi air yang menetes ini adalah air laut, bukan air
cucian.”’
14. As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih melihat anak beliau
dari jauh.
Diriwayatkan dari Salmah bin Isa Abi Katsir, ia berkata:
“Sekali waktu aku sedang berada di kota Syihr. Dan seorang penduduk di kota
Syihr tersebut berkata kepadaku bahwa As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
sedang berada di kota Syihr dan tinggal di rumah mereka.
Lalu aku bergegas menemui As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih. Ketika aku tiba, aku melihat beliau sedang berdiri di tengah
rumah, dan menjulurkan kepala beliau keluar jendela. Sedangkan di bawah jendela
tersebut ada ladang yang sedang dilalui oleh serombongan perempuan. Maka ketika
aku melihat beliau sedemikian rupa, aku bergumam di dalam hati, ’Bagaimanakah
Syekh ini mengeluarkan kepala beliau dari jendela dan melihat kepada perempuan
yang bukan muhrim.’
Kemudian aku pun menemui beliau dan berkata kepada beliau:
“Ya Sayyidi, sesungguhnya telah jatuh buruk sangka di dalam hatiku, ketika aku
melihat dirimu mengeluarkan kepala dari jendela dan aku meminta kepada Allah
SWT, agar sekiranya engkau memberitahukan kepadaku sebab mengapa engkau berlaku
sedemikian rupa.”
Maka As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata kepadaku,
“Sesungguhnya keluargaku dan anak-anakku sekarang sedang bermusafir antara
Tarim dan Kota Ajaz. Dan sungguh aku sekarang sedang melihat kepada mereka. Dan
sedangkan engkau berburuk sangka kepadaku.”’
15. Batu yang berubah menjadi kurma.
Al-Qutb Abu Al-Fawaris bercerita: “Adalah kami serombongan
anak yang sedang belajar Al-Qur`an kepada Al-Mu`allim Sa`ad bin Muhammad bin
Abi Ubaid Ra. Pada waktu itu kami masih kecil, dan As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih Ra ikut belajar bersama kami.
Pada suatu hari, sang Muallim tidak sengaja mengurung kami
di Zawiyahnya untuk suatu keperluan, ia menutup pintu dan melarang kami pergi
hingga kami pun tidak makan siang. Pada saat itu, ketika Muallim sedang berada
di rumahnya, As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata kepada kami, “Apakah
kalian menginginkan buah kurma yang matang?”
Lalu kami menjawab, “Benar, mau.”
Lalu beliau berkata, “Berikan padaku 7 buah batu.”
Maka kami pun memberikan kepada beliau 7 buah batu.
Kemudian beliau menuliskan satu tulisan pada 2 buah batu,
dan berkata kepada kami, “
Tutuplah kedua mataku.” Maka berdirilah salah seorang anak
dari kami dan menutup mata Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih dengan kedua
tangannya, sehingga Syĕkh Muhammad tidak bisa melihat apa pun.
Selanjutnya As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih mengambil
batu-batu tadi dan melemparkanya. Setelah itu beliau berkata kepada kami, “
Berikan kepadaku 2 batu yang telah aku tulis.” Dan kami pun
memberikan 2 batu tadi kepadanya, setelah itu beliau melempar 2 buah batu
tersebut ke arah sisa batu-batu yang lain,
Selanjutnya tanpa kami sadari apa yang telah kami perbuat,
kami mendapati kurma matang yang tiba-tiba telah ada di situ.
Kami pun lalu mengambil seluruh kurma itu dan memakannya
sampai kami semua kenyang. Tak lama kemudian Muallim pun datang, dan kami
memperlihatkan kepadanya apa yang telah kami dapatkan, dan menceritakan
kejadian itu kepada Muallim tersebut.
Kemudian Muallim ini tenyata mengadukan hal itu kepada paman
dari As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, yaitu As-Syĕkh Abdullah Ba`alawi bin
Sayyidina Alwi Al-Ghuyur Ra, As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih kemudian
dimarahi oleh pamannya tersebut, karena tidak patut untuk menunjukkaan karomah ketika
belajar.” yang juga sekaligus merupakan bentuk didikan dari pamannya tersebut
agar As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih yang kala itu masih kecil tidak
memandang ringan pelajaran Al-Qur’an.
16. Besi patah yang tersambung kembali
Diriwayatkan oleh banyak kaum sholihin, bahwa pada sekali
waktu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih membawa seorang tukang batu ke
Al-Masfalah untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
Lalu bekerjalah tukang ini dengan alat yang terbuat dari
besi dan menghancurkan bebatuan yang dimaksud. Tiba-tiba alatnya yang terbuat
dari besi tersebut patah dan terbelah, sedangkan ia tidak mempunyai alat yang
lain dan pada waktu itu tidak ada satu pandai besi pun yang ada yang bisa
dimintai pertolongannya untuk memperbaiki alatnya.
Lalu ia pergi kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih dan
berkata: “Ya Sayyidi, sesungguhnya peralatan yang aku pakai bekerja hanya satu
dan alat tersebut telah hancur dan patah berkeping-keping. Dan aku tidak bisa
mengerjakan pekerjaan ini kecuali bilamana ada alat tersebut.”
Lalu As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih berkata kepadanya:
“Apakah engkau ingin bekerja dengan alat tersebut sampai engkau selesai
mengerjakan yang kami ingini?”, ia berkata: “Betul, aku ingin bekerja sampai
selesai.”
Kemudian As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih mengambil alat
yang sudah terbelah patah tadi, kemudian beliau persatukan satu persatu
potongan tersebut. Dan dengan seizin Allah SWT, potongan-potongan yang pada
awalnya tadi terbelah patah, dapat menyatu kembali seperti sedia kala
seolah-olah tidak pernah patah.
Kemudian tukang tersebut mengambil alat itu dan mulai
bekerja sampai menyelesaikan pekerjaan dari As-Syĕkh Muhammad Maula
Ad-Dawilaih. Setelah pekerjaan tersebut selesai, alat itu pun terbelah kembali.
17. Keledai yang mengalahkan kuda
Sekali waktu As-Syĕkh Muhammad bin Ali Ra sedang mengendarai
seekor keledai. Di dalam perjalanan beliau bertemu seorang lelaki yang sedang
mengendarai kuda. Lelaki ini berkata kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih,
“Wahai Syĕkh Muhammad apakah engkau ingin berlomba denganku?”, dan Syĕkh
Muhammad menjawab: “Baiklah”.
Kemudian laki-laki ini pun memacu kendaraannya yang lalu
melesat dengan cepat. Begitu juga As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, beliau
pun segera menghela keledainya, dan ternyata keledai beliau dapat mengungguli
kereta kuda laki-laki tersebut.
Di waktu yang lain As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih
bertemu dengan Muhammad bin Ahmad An-Nahdi di tengah jalan menuju kota `Ajz.
Syĕkh Muhammad sedang mengendarai keledai beliau, dan An-Nahdi ini mengendarai
kuda.
Maka berkata Muhammad An-Nahdi kepada beliau: “Wahai Syĕkh
Muhammad apakah engkau ingin berlomba denganku?” Kemudian ia pun menghela
kudanya dan melesatlah ia beserta tunggangannya.
Kemudian barulah As-Syĕkh Muhammad menghela keledainya. Maka
mereka berdua pun saling kejar mengejar, tetapi ternyata As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih yang mengendarai keledai itu bisa mendahului Muhammad
An-Nahdi, walaupun An-Nahdi mengendarai kuda.
Maka berkata Muhammad An-Nahdi kepada As-Syĕkh Muhammad
Maula Ad-Dawilaih, “Sesungguhnya engkau membawa dirimu dan kendaraanmu dengan
kekeramatanmu. Sedangkan kami, jangankan kendaraan kami, diri kami pun tidak
sanggup kami membawanya.”
18. Kertas hilang yang kembali
Diceritakan dari salah seorang kaum sholihin, ia berkisah,
“Sekali waktu ketika sedang berada di kota Syihr, aku duduk di sisi As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih. Dan datang kepadanya seorang laki-laki pegawai
kesulthanan, yang bertugas menjadi pemungut pajak. Ia berkata kepada As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih, “Berikanlah aku ini-itu sebagai pajak.” Tetapi
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih tidak mau memberikan apa yang ia minta.
Kemudian petugas pajak ini melihat di tangan As-Syĕkh
Muhammad Maula Ad-Dawilaih ada sepotong kertas, ia pun lalu merampas kertas
tersebut dan berlalu dari As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih.
Tak lama kemudian laki-laki ini kembali kepada kami, dan
berkata kepada As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih, “Ya Sayyidi, kertasmu
hilang.” Kemudian berkata As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih kepadanya;
“Kertas seorang sufi tidak pernah hilang.”
Kemudian beliau mengeluarkan selembar/secarik kertas dari
kantongnya yang ternyata adalah kertas yang sama dengan kertas yang telah
dirampas oleh laki-laki tersebut.”
19. Kopiah yang datang sendiri
Suatu hari As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih lupa membawa
pecinya dari masjid. Tatkala ia masuk ke dalam rumahnya, ada seseorang yang
mengingatkan beliau. Ketika Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilaih diingatkan akan
kopiahnya tersebut, maka pada seketika itu jugalah kopiah beliau ada di
sisinya.
20. Susu yang dibawa malaikat.
Kisah ini diriwayatkan dari Syĕkh Abdurrahman Assegaf Ra,
beliau berkata: “Ayahku sekali waktu bercerita kepadaku, `pada satu waktu
ketika beliau sedang sakit, datang kepadanya 2 malaikat dengan membawa mangkuk
yang berisi penuh dengan susu. Beliau pun lalu meminumnya hingga habis, beliau
berkata rasa susu tersebut lebih manis daripada madu.
Beliau pun kemudian bertanya kepada 2 malaikat tersebut,
“Dari manakah susu ini?” Kedua malaikat tersebut berkata kepadanya; “Susu ini
berasal dari mata air salsabil yang berada di Syurga.”
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih Ra seumur hidupnya
melakukan sholat Subuh dengan menggunakan wudhu isya. Dan beliau dikatakan
hampir tidak tidur selama lebih kurang 20 tahun. Demikian komentar As-Syĕkh
Abdurrahman Al-Khotib tentang diri beliau .
As-Syĕkh Muhammad Maula Ad-Dawilaih Ra wafat pada hari Senin
tanggal 10 Sya`ban tahun 765 H.